Monday, March 12, 2007

Bila Saatnya Tiba

Mentari pagi diufuk,
tebar fajar surya memancar

di cerahnya kelopak kapas-kapas putih

lembayung sutra angkasa

Bening hamparan biru
dalam alunan ombak pesisir
labuhkan selaksa pesona luas
dari riak-riak kecil dawai samudra membentang

Rimbun pepohonan bertahta embun semesta
di kedalaman alam....
diantara aroma pinus pegunungan serta
riuh kedamaian nuri-nuri kecil
bercengkama bersahut-sahutan.

Ritme fajar berkolaborasi
dalam ruang-ruang waktu berjalan
dan terus bergulir dalam titian
Sabda Alam yang ada dan tak terbantah.

Kini...
Saat kapas putih tersaput hitam
di kekelaman malam si anak negeri..
Menghempas teramat jauh di kedalaman
kaki-kaki bumi yang tak terbatas...

Samudra pun menyibak duka
mengulung hamparan biru dalam untaian
bening menjadi genangan air mata
Saling bertaut dan terus menyapu
rindangnya alam persada

Tak terkecuali bumi berpijak
turut menghentak di kedalaman tebing
nan terjal berhias gemuruh angin menerjang
pucuk-pucuk pinus bertahta embun fajar
lalu rebah dan sirna..

Sayap-sayap nuri-ku
kini tak lagi bercengkrama
Mutiara di kedalaman tak lagi menyala
bersanding diantara tubuh-tubuh kaku dan membisu.

Satu persatu bahkan beribu-ribu
si anak negeri berarak nestapa
beranjak pulang ke peraduan nan panjang
dalam ruang-ruang kosong,dingin dan mencekam..

Fajarmu adalah rintihan...
Birumu adalah tangisan.... .
Hijau rerimbunan adalah Makam bagi kami
yang telah lelah menghitung hari dan terus mencari
tepi tapal batas hidup dan mati...

Ataukah kami harus bersimpuh..?
Dalam peluh duka serta kepedihan yang membumi
Agar kami dapat memahami..
betapa singkat waktu yang Kau beri
n'tuk dapat berbagi dan saling mengores arti
Dalam sisa tapal batas antara yang hidup
dan yang mati...

Semoga...

No comments: