Saturday, March 3, 2007

ANTWONE FISHER - Menolong Orang Lain, Menolong Diri Sendiri

Apa yang diperlukan untuk menghadapi luka masa lalu? Seorang konselor yang cakap dan baik, seorang sahabat yang suportif – dan, tentu saja, keberanian untuk menghadapi “hantu” masa lalu tersebut.

Antwone Fisher, mantan pelaut Angkatan Laut Amerika Serikat, mengalami masa kecil menyakitkan, yang terus menghantuinya sampai ia dewasa. Ia menulis otobiografi perjalanannya menuju pemulihan, lalu menyusunnya menjadi skenario. Kisahnya ini menarik minat Denzel Washington untuk memfilmkannya dalam debut pertamanya sebagai sutradara.

Kisah seorang bocah yang dianiaya oleh orangtua angkatnya berpotensi menjadi melodramatis. Untunglah, Washington bukan cuma piawai sebagai aktor. Meskipun baru pertama kali beraksi di balik kamera, ia telah menunjukkan keterampilannya. Film ini jauh dari kesan cengeng, sebaliknya berhasil tampil bijak, menggugah, dengan sentuhan humor manis di sana-sini, dan klimaks yang sungguh menggedor hati. Washington memfokuskan kisah pada hubungan Fisher dengan dua sosok penting – konselor dan sahabatnya – yang menunjang pemulihannya.

Fisher sebenarnya pelaut yang baik, namun ia gampang tersinggung dan suka melayangkan bogem mentahnya, sehingga dikirim ke psikiater AL, Dr. Jerome Davenport. Semula ia menolak untuk membuka mulut. Namun Davenport begitu sabar. Ia menunggu, berminggu-minggu, sampai Fisher bersedia mengakui kelemahannya dan menuturkan sejarah pedih masa lalunya.

Ia menceritakan kepada Davenportditampilkan dalam serangkaian flashback – bahwa ayahnya terbunuh dua bulan sebelum ia lahir, ibunya saat itu sedang di penjara dan meninggalkannya, sehingga ia dibesarkan di tengah keluarga angkat, di mana ia menanggung penganiayaan dan pelecehan seksual. Sebuah pukulan telak menghantamnya saat sahabat karibnya tewas dalam upaya perampokan. Fisher merasa segala sesuatu yang baik direnggut dari hidupnya.

Peraturan AL hanya memberikan tiga kali sesi konseling. Namun, Davenport menyadari, Fisher perlu pertolongan lebih jauh agar dapat pulih dari kerusakan psikologis dan emosional itu. Dan tak dinyana, dalam upayanya merengkuh pemuda yang terluka itu, sang konselor menemukan kebenaran tentang dirinya sendiri. Ia diperhadapkan pada kelemahannya sendiri, yang mengakibatkan kerawanan dalam pernikahannya. Tampaknya ia sendiri perlu dipulihkan.

Fisher pelan-pelan memercayai konselor yang baik itu. Di luar itu, ia secara gamang jatuh cinta pada rekan sesama pelaut, Cheryl. Gadis ini bukan hanya cantik, namun juga sungguh-sungguh peduli pada Fisher. Ketika pria itu mengakui pergumulannya, Cheryl dengan tulus mendampingi dan mendukungnya. Dengan dukungan kedua orang inilah, tersulut keberanian Antwone Fisher untuk menghadapi “hantu” masa lalunya – mengantarkan kita ke klimaks yang menggetarkan.

Washington berhasil mengarahkan para pemainnya tampil memikat. Ia sendiri, berperan sebagai Davenport, tampil meyakinkan seperti biasanya. Derek Luke membawakan Fisher sebagai sosok yang keras, sekaligus rentan. Joy Bryant sebagai Cheryl yang memancarkan kecerahan. Tokoh-tokoh pendamping juga tak bisa ditepiskan begitu saja, seperti Salli Richardson yang simpatik sebagai Berta, istri Davenport. Yang paling menonjol adalah Viola Davis, sebagai ibu Fisher. Muncul singkat nyaris tanpa dialog, ekspresi wajahnya – menyimak Fisher menuturkan monolog mengiris perasaan – memantulkan rasa tak berdaya, rasa bersalah, pedih, malu, kalut.

Film ini menyentuh banyak gagasan bermakna seperti arti keluarga, perlunya berdiri satu sama lain, nilai dan potensi seseorang – berbagai hal yang menyertai kita dalam perjalanan menuju pemulihan. Namun, ada sedikit ganjalan yang patut disayangkan. Di tengah atmosfer yang mengedepankan nilai-nilai keluarga dan kesetiaan, isu “pentingnya seorang pemuda kehilangan keperjakaannya” terasa sebagai sebuah nada sumbang.

Di luar itu, secara keseluruhan film ini merupakan renungan 113 menit yang berdaya gugah. Seperti perjamuan makan yang telah menunggu Fisher itu – sungguh sebuah sambutan yang melarutkan kepedihan.

No comments: