Kamu Tak Mengirimku Bunga Lagi
Begini kisahnya:
"Maukah bapak mengantar saya kemakam ibu saya?".
Juru kunci tersebut menjawab dengan antusias: "Oh tentu saja, Pasti ibu adalah orang yang selama ini mengirim wessel untuk membeli bunga, itu semua sudah saya lakukan kok bu!" jawabnya. Terlihat oleh sang juru kunci, kedua mata istri saya itu gelap dan sayu tanpa sinar sedikitpun menyembunyikan kesedihan yang amat dalam dan berlangsung lama.
Ketika sang juru kunci mengikuti mobil kami menuju makam ibunya, dia berkata dengan terbata-bata karena lelah dan sakit yang dideritanya:
"Dokter mengatakan umur saya tidak lama lagi, ini yang terakhir kali saya ingin melihat makam ibu saya sebelum ajal saya menjemput. Tetapi jangan lupa tolong letakkan selalu bunga dimakamnya setiap bulan" demikian katanya dengan lemah sekali hampir tak terdengar.
Setibanya dimakam ibunya istri saya melihat melalui jendela dengan perasaan sedih dan pilu kearah makam ibunya dengan berlama-lama akhirnya ia menangis tersedu-sedu. 15 menit ditempat itu bagi sang juru kunci merupakan saat yang paling lama dan membosankan demikian juga saya yang selama ini selalu bersamanya menguatkan hatinya. Dan mungkin karena jengkel sang juru kunci berkata kepada istri saya:
"Saya tahu bu, ibu sangat mencintai orang tua ibu. Tetapi kalau ibu selalu terlarut dengan kesedihan itu tidak baik buat kesehatan ibu sendiri. Ibu tahu? sebetulnya saya tidak suka setiap bulan menerima uang ibu untuk membelikan bunga!" katanya dengan antusias. Istri saya melirik dan bertanya:
"Apa yang bapak katakan itu?"
Tetapi sang juru kunci malah melanjutkan kata-katanya:
"Ibu tahu, Suami ibu, Anak ibu lebih memerlukan perhatian ibu daripada orang tua ibu yang telah meninggal, yang tidak lagi dapat mengucapkan terima kasih saat ibu kirim bunga atau menuntut apapun dari ibu, Jika ibu mau ibu dapat pergi ketempat panti jompo atau panti asuhan untuk mengirim bunga, mereka akan tersenyum dan mengucapkan terima kasih, seraya bersyukur karena ada yang memperhatikan mereka".
Mendengar itu istri saya tidak menjawab apapun tetapi tetap menatap makam ibunya. Rupanya ia tersinggung dan sedikit mengeluarkan kata-kata sampai kami tiba kembali dijakarta. Tetapi ada perubahan drastis didalam dirinya ia kelihatan mulai bersemangat kembali memperhatikan kami, Ia mulai aktif dalam kegiatan sosial. Dilingkungan kami iapun mengeluarkan uang untuk membeli hadiah kepanti jompo dan bersama yang lain mengunjungi panti asuhan, orang sakit dan lain-lain. Dan pada liburan akhir tahun kemarin ia pergi sendiri ke Solo menjumpai sang juru kunci untuk sekaligus mengucapkan terima kasih.
Dari renungan diatas saya dapat mengambil kesimpulan -jangan lama-lama kita larut dalam kesedihan. Banyak orang yang memerlukan kehadiran dan perhatian kita daripada sekedar memanjakan kesedihan itu sendiri. Ikhlaskan semua penderitaan yang menimpa kita karena bagaimanapun kita akan memetik hikmahnya. Saya ucapkan terimakasih saya yang sebesar-besarnya kepada semua teman-teman Juga 'R' yang Menyiapkan tiket saya untuk pulang. Mereka sudah memberikan perhatian sedemikian besarnya disaat saya mengalami musibah kemarin. Saya mendapat kesempatan untuk memperhatikan keluarga saya, Warga saya yang berjumlah 35 KK. Turut menghimpun Bantuan buat mereka dikesempatan yang sedemikian sempitnya. Mudah-mudahan Amal dan kebaikan bapak/Ibu mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha kuasa. Salam saya.
Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)
No comments:
Post a Comment